Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN

 

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN

 

 

Disusun Oleh

 

Kelompok 4

 

Amiratu Syifa

1814071071

Isrofiatul Kiromah

1814071041

Hafiz Julian Saputra

1814071023

Faktur Rohim

1814071055

Muhammad Fadhli Ramadhan

1814071073

Nasya Afra Rosalifa

1814071059

Rendi Amanda Berdikari

1814071051

 

 






JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN     UNIVERSITAS LAMPUNG

2020


 

 

 

 

 

I.                   PENDAHULUAN


1.1   Latar Belakang

 

Penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu prioritas dalam agenda pembangunan nasional. Kemiskinan sebagai masalah bangsa yang kompleks dan multidimensi, dimana kemiskinan tidak terbatas pada ketidakmampuan secara ekonomi, melainkan tidak terpenuhinya hak-hak dasar warga Negara untuk mempertahankan dalan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dijelaskan bahwa tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan bangsa yang maju, mandiri dan adil sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

 

Salah satu pencapaian Negara yang dirumuskan dalam misi pembangunan nasional menurut UU RI Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJP Nasional yaitu pembangunan bidang social ekonomi yang menjelaskan bahwa pembangunan sosial ekonomi diarahkan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah antara lain; Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan dengan meningkatkan pembangunan daerah; Mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepadamasyarakat, kelompok dan wilayah/ daerah yang masih lemah; Menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara drastis; menyediakanakses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta saranadan prasarana ekonomi.

 

Meskipun di level kebijakan negara fokus pada penanggulangan kemiskinan, namun Indonesia kini diperhadapkan dengan realitas obyektif kemiskinan dan ketertinggalan. Data BPS (2013:47) menyebutkan bahwa angka orang miskin di Indonesia telah mencapai 28 juta jiwa atau 11,37% dari total populasi di Indonesia. Di perkotaan angka kemiskinan tersebut mencapai 8,39%, sedangkan di pedesaan menembus angka 14,32%. Dengan demikian, kemiskinan pedesaan sangatlah berkontribusi terhadap angka kemiskinan nasional. Pengangguran dan kemiskinan adalah dua hal yang berkorelasi erat. Tidak sekedar itu, desa juga mengalami ancaman terhadap bencana

yang diakibatkan oleh kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan (banjir, longsor, bahaya menghadapi kekeringan atau krisis air). Data yang dikeluarkan oleh World Bank pada tahun 2003 menunjukkan dari tahun 1980 sampai dengan 2003, Indonesia mengalami kerusakan areal hutan setiap 10 tahun terakhir sebanyak 1 ha/tahun.

Alhasil, kondisi ini berakibat terhadap berkurangnya sumber-sumber air untuk keberlanjutan hidup masyarakat dan desa. Fenomena di atas menjelaskan bahwa kerusakan ekologi secara langsung berdampak pada aktivitas hidup dan penghidupan masyarakat di pedesaan. Sumber mata pencaharian masyarakat pedesaan terikat dalam satu kesatuan ekologi yang memiliki relasi kuat antara manusia dengan sumber daya alamnya, termasuk juga bagi masyarakat yang berada di desa-desa sekitarnya.

Karena itu, diperlukan sebuah pendekatan pembangunan alternatif yang mampu memberdayakan masyarakat pedesaan secara holistik dan sinergis.


Dengan demikian, pembangunan kawasan perdesaan partisipatif perlu memperoleh perhatian dari semua kalangan dalam mengoptimalkan peran masyarakat desa sebagai penggerak pembangunan daerah dan nasional. Peran masyarakat cukup strategis dalam mendorong dan menghidupkan tata kelola pemerintahan yang demokratis melalui upaya kerjasama lintas sektor dan para pemangku kepentingan dalam kerangka mencegah serta menyelesaikan masalah yang dapat menimbulkan bencana ekonomi, sosial dan ekologi di masa depan. Untuk itu, kebijakan pembangunan kawasan perdesaan partispatif sebagai instrumen untuk menjalankan agenda pembangunan secara utuh melalui proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan dan pembiayaan yang terpadu dan terukur. Sehingga akan terwujud pertumbuhan ekonomi yang dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat di perdesaan.

1.2   Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah ;

1           Mengetahui peran pekerja pengembangan masyarakat dalam pembangunan daerah.

2           Mengetahui bentuk implementasi pemberdayaan masyarakat dalam peran serta pembangunan daerah.


 

II.                PEMBAHASAN


2.1   Program Pengembangan Masyarakat

Kondisi kehidupan masyarakat saat ini semakin turbulen, terutama akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern. Masalah-masalah yang dihadapi umat manusia semakin kompleks, implikasi kemajuan IPTEK berimbas terhadap berbagai aspek kehidupan seperti agama, social, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.


Menurut Korten (1987), pilihan pendekatan pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi bukan saja telah mengakibatkan berbagai bentuk ketimpangan sosial tetapi juga menimbulkan berbagai persoalan lain seperti timbulnya akumulasi nilai-nilai hedonistik, ketidak pedulian social, erosi ikatan kekeluargaan dan kekerabatan, lebih dari itu pendekatan pembangunan tersebut telah menyebabkan ketergantungan masyarakat pada birokrasi-birokrasi sentralistik yang memiliki daya absorsi sumber daya yang sangat besar, namun tidak memiliki kepekaan terhadap kebutuhan-kebutuhan lokal, dan secara sistematis telah mematikan inisiatif masyarakat lokal untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi.

 

Program-program masyarakat yang disiapkan harus memenuhi kebutuhan masyarakat. Perencanan-perencanaan yang menyusun program-program pembangunan atau industri-industri yang membangun kegiatan usahanya di suatu daerah harus melakukan analisis kebutuhan masyarakat. Dalam melakukan analisis kebutuhan masyarakat harus benar-benar dapat memenuhi kebutuhan (need analisis), dan bukan sekedar membuat daftar keinginan (list of wants) yang bersifat sesaat.

Analisis kebutuhan harus dilakukan secara cermat agar dapat menggali kebutuhan- kebutuhan yang sesungguhnya dibutuhkan oleh masyarakat banyak, bukan merupakan keinginan beberapa orang saja, apakah tokoh masyarakat, atau kepala desa yang mempunyai kewenangan menentukan keputusan. Dalam pembangunan masyarakat (community development) mengandung upaya untuk meningkatkan partisipasi dan rasa memiliki (participating and belonging together) terhadap program yang dilaksanakan, dan harus mengandung unsur pemberdayaan masyarakat (Zamhariri, 2008).

 

Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi pembangunan sekarang sudah banyak diterima, meskipun dalam kenyataannya strategi ini masih belum maksimal di aplikasikan dalam kehidupan masyarakat. Disamping itu banyak pemikir dan praktisi belum memahami dan meyakini bahwa partisipatif dapat digunakan sebagai alternatif dalam memecahkan persoalan pembangunan yang dihadapi. Di lain pihak konsep pembangunan yang selama ini diterapkan belum mampu menjawab tuntutan-tuntutan yang menyangkut keadilan dan pemerataan serta keberpihakannya kepada masyarakat, sehingga pembangunan yang digagas belum mampu mengangkat penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Upaya meningkatkan keberpihakan pembangunan kepada kepentingan masyarakat, sepertinya tidak dapat dilepaskan dari upaya pemberdayaan masyarakat agar mampu berpartisipasi dalam pembangunan dimaksud. Berbagai kendala dalam penerapan disebabkan adanya perbedaan persepsi dalam menyikapi tentang pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

 

2.2   Pembangunan Masyarakat

Pembangunan masyarakat diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat, dimana mereka mampu mengindentifikasikan kebutuhan dan masalah secara bersama (Raharjo, 2006). Menurut Zamhariri (2008) pembangunan masyarakat adalah kegiatan yang terencana untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi kemajuan sosial ekonomi masyarakat dengan meningkatkan partisipasi

masyarakat. Pembangunan sektor sosial ekonomi masyarakat perlu diwujudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang didukung oleh organisasi dan partisipasi masyarakat yang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan kinerja yang secara terus menerus tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat.

 

Kebijakan pembangunan berwawasan spasial itu harus dapat menjawab beberapa pertanyaan mendasar yang berkaitan dengan peningkatan partisipasi dan produktivitas penduduk /masyarakat (Zamhariri, 2008), yakni sebagai berikut :

1.   Bagaimana dapat mendorong partisipasi masyarakat, terutama keluargakeluarga berpendapatan rendah dalam proses pembangunan.

2.   Bagaimana dapat menciptakan dan meningkatkan kegiatan peekonomian antar sector di tingkat pedesaan dan antar pedesaan.

3.   Bagaimana dapat menyusun perencanaan dan program pembangunan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat pedesaan.

4.   Bagaimana dengan mengaktualisasikan peran serta masyarakat yang telah lama melembaga di tengah tradisi masyarakat seperti gotong royong, rembug desa,dan lain sebagainya.


Meskipun pembangunan masyarakat selalu menjadi fokus perhatian pemerintah sejak lama, namun azas dan strategi pembangunan masyarakat (pedesaan) seringkali mengalami perubahan. Dalam era reformasi terjadi pergeseran paradigma pembangunan dimana peran pemerintah bukan lagi sebagai “provider” (penyedia) tetapi sebagai “enabler” (fasilitator). Peran sebagai enabler berarti tiap usaha pembangunan harus didasarkan pada kekuatan atau kemampuan masyarakat itu sendiri, yang berarti pula tidak terlalu mengharapkan pemberian bantuan dari pemerintah.


Menurut Dirjen Bangdes dalam Zamhariri (2008), pada hakekatnya pembangunan masyarakat merupakan proses dinamis yang berkelanjutan dari masyarakat untuk masyarakat untuk mewujudkan keinginan dan harapan hidup yang lebih sejahtera dengan strategi menghindari kemungkinan tersudutnya masyarakat sebagai pengguna akses dari pembangunan regional / daerah atau nasional. Pengertian tersebut mengandung makna betapa pentingnya inisiatif lokal, partisipatif masyarakat sebagai bagian dari model-model pembangunan yang dapat menyejahterakan masyarakat desa. Program pembangunan ini tidak berpusat pada birokrasi melainkan berpusat pada masyarakat atau komunitasnya sendiri. Pembangunan masyarakat harusnya menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut :

         1.   Transparansi (keterbukaan)

         2.   Partisipasi

         3.   Dapat dinikmati masyarakat

         4.   Dapat dipertanggungjawabkan (akuntabilitas)

         5.   Berkelanjutan (sustainable) (Soelaiman, 1998)

Pembangunan masyarakat ini pada dasarnya adalah dari, oleh, dan untuk seluruh masyarakat, oleh karena itu pelibatan masyarakat seharusnya diajak untuk menentukan visi (wawasan) pembangunan masa depan yang akan diwujudkan.

 

2.3   Pendampingan Sosial

Pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai tindakan social dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah social atau memenuhi kebutuhan social sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimiliknya. Dalam kenyataannya seringkali proses ini tidak muncul secara otomatis, melainkan tumbuh dan berkembang berdasarkan interaksi masyarakat setempat dengan pihak luar atau


pekerja social baik yang bekerja berdasarkan dorongan karitatif maupun perspektif professional. Para pekerja social ini berperan sebagai pendamping sosial. Pendamping sosial hadir sebagai agen perubahan yang turut terlibat membantu memecahkan persoalan yang dihadapi mereka. Pendampingan social dengan demikian dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara kelompok miskin dan pekerja social untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan seperti :

        1.   Merancang program perbaikan kehidupan sosial ekonomi.

        2.   Memobilisasi sumber daya setempat.

        3.   Memecahkan masalah sosial.

        4.   Menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan.

        5.   Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan konsep pemberdayaan                         masyarakat.

Pendampingan sosial sangat menentukan keberhasilan program penanggulangan kemiskinan. Mengacu pada Ife (1995), peran pendamping umumnya mencakup empat peran utama, yaitu;

1.   Fasilitator, merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi, kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat. Beberapa tugas yang berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus bersama, serta melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan sumber.

2.   Pendidik, pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang didampinginya. Beberapa tugas yang berkaitan dengan peran pendidik seperti membangkitkan kesadaran, menyampaikan informasi, melakukan konfrontasi, dan menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat.

3.   Perwakilan masyarakat, peran ini dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi antara pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya. Pekerja social dapat bertugas mencari sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan media, meningkatkan hubungan masyarakat, dan membangun jaringan kerja.

4.   Peran teknis, mengacu pada aplikasi ketrampilan yang bersifat praktis. Pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi “manajer perubahan” yang mengorganisasikan kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan tugastugas teknis sesuai dengan berbagai ketrampilan dasar, seperti : melakukan

analisis social, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta mengatur sumber dana.


 

2.4   Implementasi Pemberdayaan Bidang Ekonomi

Dari berbagai program dan atau proyek pemberdayaan masyarakat dibidang ekonomi secara umum memiliki kemiripan dimensi pendekatan, seperti misalnya; bantuan modal bergulir, bantuan pembangunan prasarana, pengembangan kelembagaan local, penguatan dan pembangunan kemitraan usaha, dan fasilitasi dari pendampingan.

         1.   Bantuan Modal

Salah satu aspek permasalahan yang dihadapi masyarakat tunadaya adalah permodalan. Lambanya akumulasi kapital di usaha mikro, kecil, dan menengah, merupakan salah satu penyebab lambanya laju perkembangan usaha dan rendahnya surplus usaha di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah. Oleh sebab itu tidak salah, kalau dalam pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi, pemecahan dalam aspek modal ini penting dan memang harus dilakukan.

         2.   Bantuan Pembangunan Sarana

Usaha mendorong produktivitas dan mendorong tumbuhnya usaha, tidak akan memiliki arti penting bagi masyarakat, kalau hasil produksinya tidak dapat dipasarkan atau kalaupun dapat dijual tetapi dengan harga yang amat rendah. Oleh sebab itu komponen penting dalam usaha pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi adalah pembangunan prasarana produksi dan pemasaran.

         3.   Bantuan Pendampingan

Pendampingan masyarakat tunadaya memang perlu dan penting. Tugas utama pendamping adalah memfasilitasi proses belajar atau refleksi dan menjadi mediator untuk penguatan kemitraan baik antara usaha mikro, usaha kecil, maupun usaha menengah dengan usaha besarnya. Yang perlu dipikirkan adalah mengenai siapa yang paling efektif menjadi pendamping masyarakat.

         4.   Penguatan Kelembagaan

Pemberdayaan ekonomi pada masyarakat lemah, pada mulanya dilakukan melalui pendekatan individual. Pendekatan individual ini tidak memberikan hasil yang memuaskan, oleh sebab itu, semenjak tahun tahun 80-an, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kelompok. Alasanya adalah akumulasi capital harus dilakukan bersama-sama dalam wadah kelompok atau usaha bersama.

         5.   Penguatan Kemitraan Usaha

Penguatan ekonomi rakyat atau pemberdayaan masyarakat dalam ekonomi, tidak berarti mengalienasi pengusaha besar atau kelompok ekonomi kuat. Karena pemberdayaan memang bukan menegasikan yang lain, tetapi give power to everybody. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi adalah penguatan bersama, dimana yang besar hanya akan berkembang kalau ada yang kecil dan menengah, dan yang kecil akan berkembang kalau ada yang besar dan menengah.


III.             KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil adalah :

1.   Peran pekerja pengembangan masyarakat dalam pembangunan daerah sangatlah vital. Sebagai pekerja pengembangan masyarakat, seseorang harus menjadi fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat serta memiliki peran teknis bagi masyarakat sekitar. Dengan tugas seperti itu, pekerja pengembangan masayarkat diharapkan dapat membentuk partisipasi masyarakat sehingga masyarakat dapat mengambil peran dalam pembangunan daerah.


2.   Adapun bentuk nyata dari pemberdayaan masyarakat dalam peran serta pembangunan daerah antara lain, masyarakat diberikan modal agar masyarakat itu dapat menumbuhkan perekonomiannya sehingga dengan demikian ekonomi dari suatu daerah dapat naik juga. Selanjutnya penguatan kelembagaan yang mana tujuannya adalah agar masyarakat tidak bergerak secara individu dalam mengembangkan diri atau yang lainnya sehingga tujuan dari suatu daerah dapat tercapai dengan efektif melibatkan seluruh lembaga yang mumpuni.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ife, Jim. 1995. Community Development: Creating Community Alternative, Vision, Analysis and Practice. Australia. Logman.

Korten, David C. 1987. Community Management. Westharford. Kumarian Press. Raharjo Adisasmita. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta.Graha Ilmu.

Soelaiman, M.Munandar. 1998. Dinamika Masyarakat Transisi, Mencari Alternatif Teori Sosiologi dan Arah. Yogyakarta. Aditya Media.

Zamhariri. 2008. Pengembangan Masyarakat : Perspektif Pemberdayaan dan Pembangunan. Volume 4, Nomor 1, Juni.







Posting Komentar untuk "PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN"